Membumikan Budaya Malu


Selasa, 16 September 2014
NEGERI ini tercipta dengan seabrek kelebihan. Tanah yang subur, kekayaan alam yang melimpah, dan sumber daya manusia yang besar ialah modal untuk menjadi bangsa yang besar. Sayangnya, semua kelebihan itu tak punya arti karena satu hal, yakni tiadanya budaya malu.

Kemajuan dan kesuksesan sebuah bangsa amat ditentukan seberapa kuat budaya malu memengaruhi perilaku masyarakatnya. Semakin maju sebuah bangsa, semakin kuat budaya malu mereka. Semakin beradab sebuah bangsa, semakin kukuh budaya malu menjadi pijakan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Itulah yang secara gamblang ditunjukkan negara-negara maju. Sebaliknya di Indonesia, budaya malu justru menjadi barang yang semakin langka. Budaya malu tidak hanya kian terkikis, bahkan nyaris habis hampir tak tersisa di kehidupan seluruh level masyarakat.

Tak terbilang seruan dari sejumlah kalangan agar kita menjadikan budaya malu sebagai panduan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun, ibarat berteriak di hamparan padang pasir, seruan demi seruan itu hilang begitu saja terbawa angin. Amat sedikit yang mendengarkan dan memedulikan seruan tersebut.

Rasa malu masih saja sangat mahal di semua strata. Warga biasa belum merasa malu membuang sampah sembarangan, berkendara sembarangan, dan parkir sembarangan.

Di kalangan elite, rasa malu juga masih tertahan di awang-awang. Itulah yang membuat korupsi berbiak, berkembang ke mana-mana, dan terus dilakukan kendati koruptor silih berganti dibekuk dan dibui. Korupsi telah mencengkeram penyelenggara negara mulai level terendah sampai menteri.

Mereka yang telah menjadi tersangka kasus korupsi pun tak punya rasa malu. Jangankan mengaku salah, mereka malah gigih mempertahankan kursi kekuasaan dengan berlindung di balik lemahnya undang-undang yang cuma mengharuskan pejabat lepas jabatan setelah ada kekuatan hukum tetap. Namun, kita pantang berputus asa. Imbauan akan pentingnya budaya malu wajib terus kita gelorakan.Pada konteks itu pula, kita menyambut baik seruan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh kepada para kadernya yang akan duduk di kursi dewan untuk mengedepankan rasa malu.

Bagi Surya, budaya malu dengan meminta maaf apabila melakukan kekeliruan ialah sebuah kemestian. Kekeliruan merupakan kodrat manusia dan manusia yang bijak harus mau berbesar hati saat melakukan kekeliruan itu.

''Saya menekankan untuk jangan mahal dalam mengucapkan kata maaf apabila terdapat kesalahan ataupun kekhilafan. Itu manusiawi. Katakan itu ada kesalahan, kekhilafan, dan perbaiki, agar terdapat tren baru yang positif di negara ini,'' tegas Surya saat membuka sekolah legislatif Partai NasDem di Jakarta, Minggu (14/9).

Untuk membumikan kembali budaya malu yang sudah lama hilang, peran pemimpin memang amat penting. Bangsa ini sangat membutuhkan jiwa-jiwa negarawan, jiwa-jiwa yang di dalamnya bersemayam rasa malu, jiwa-jiwa yang memberikan keteladanan bagaimana kita mesti bersikap sebagai anak bangsa.

Tanpa budaya malu, sampai kapan pun bangsa ini tak pernah akan mampu menjadi bangsa yang besar. Tanpa budaya malu, segala kelebihan yang dipunyai negeri ini akan sia-sia.